![Muslim Traveller Muslim Traveller Oleh: Ellisa Mustikasari, S.Sos Ramadan selalu menjadi bulan yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Semua orang berlomba-lomba untuk meraih pahala dan keberkahan di bulan Ramadan […]](https://sd.sekolahtunasunggul.sch.id/wp-content/uploads/2022/09/b18-14.jpg)
Muslim Traveller
Oleh: Ellisa Mustikasari, S.Sos
Ramadan selalu menjadi bulan yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Semua orang berlomba-lomba untuk meraih pahala dan keberkahan di bulan Ramadan dengan banyak melakukan berbagai kebaikan. Indonesia sebagai Negara yang mayoritas beragama Islam tentu banyak melakukan berbagai kegiatan khas yang biasa dilakukan di bulan Ramadan seperti tadarus, menyiapkan takjil, ngabuburit, berbuka bersama keluarga, shalat tarawih, I’tikaf, bahkan keseruan masyarakat saat membangunkan sahur. Lalu bagaimana suasana Ramadan di negeri orang? Kali ini kita akan membahas Ramadan di negeri orang bersama 4 orang alumnus SD Tunas Unggul yang kini sedang menimba ilmu di luar negeri dalam tema Muslim Traveller.
Kini, alumnus SD Tunas Unggul angkatan pertama tahun 2006 yang sedang melanjutkan studi masternya bercerita bahwa waktu berpuasa di Korea dan Indonesia tidak jauh berbeda, diawali subuh pukul 04.30 sehingga Fadhel saur pada pukul 03.30 dan magribnya lebih lama sedikit sekitar pukul 19.00 waktu Korea. Kampus Kyunghee, menyediakan Prayer room untuk mahasiswa muslim yang melaksanakan sholat atau Jumatan. Sementara untuk masjid, ada Mesjid Ar-Rahman di sebrang kampus di kota Suwon, namun selama pandemi ini dibatasi penggunaannya. Untuk makanan sendiri, Fadhel aga kesulitan untuk menemukan restoran yang menyediakan makanan halal di kota Suwon, sehingga Fadhel harus memasak sendiri makanan sehari-harinya dengan berbelanja di supermarket dekat kosannya yaitu Everfresh yang menyediakan bahan makanan halal. Jika sedang rindu Indonesia, Fadhel pergi ke Ansam, Batavia Mart yang menyediakan makanan Indonesia yang lengkap. Alhamdulillah, walaupun Fadhel berada di negeri orang, Fadhel tetap masih bisa melaksanakan ibadah puasa dengan lancar.
Alumnus kedua SD Tunas Unggul ini sedang menempuh pendidikan di fakultas Ushuludin. Sebagai titik penting peradaban Islam, masyarakat di Kairo selalu menyambut Ramadan dengan gegap gempita. Idzul bercerita bahwa hampir seluruh jalanan di kota Kairo dihiasi lampu-lampu dan lampion sebagai wujud kegembiraan masyarakat menyambut bulan Ramadan. Masjid-masjid selalu dipenuhi anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orangtua untuk melaksanakan rangkaian ibadah di bulan Ramadan. Untuk buka puasa sendiri, biasanya masyarakat saling berlomba-lomba membagikan makanan untuk berbuka, bahkan tidak hanya take away, namun masyarakat juga menyediakan rumahnya, halamannya, atau terasnya sebagai tempat makan orang-orang yang berbuka puasa. Jadi untuk berbuka puasa, Idzul dapat memperoleh hidangan berbuka dengan mudah. Karena di Al Azhar banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana, Idzul merasa tidak kehilangan keluarganya karena bisa selalu makan sahur dan buka bersama teman-teman.
Alumnus yang ketiga Ini baru pertama kali merasakan Ramadan di Jepang tepatnya di Kota Beppu, Nadine yang berkuliah di kampus yang merupakan favorit mahasiswa Indonesia ini baru menginjak semester 2 di jurusan Management International. Jepang sekarang ternyata sudah terbuka terhadap orang muslim, hal ini dibuktikan dengan Kampus APU yang menyediakan Quite Room bagi mahasiswa muslim untuk melaksanakan sholat. Selain itu kampusnya juga menyediakan supermarket yang menjual muslim friendly menu atau bahan makanan halal. Untuk memperoleh makanan dan bumbu Indonesia, Nadine bisa menjumpainya di Gyomu Supai, tempat belanja murah di Jepang. Di daerah Beppu juga terdapat mesjid bernama Central Kyushu Mesjid yang merupakan mesjid terbesar umat Islam di Pulau Kyushu. Mesjid ini menyediakan makanan untuk berbuka puasa secara gratis. Tarawih pun digelar di sana pada pukul 9 malam waktu Jepang. Semoga di musim semi ini Nadine bisa melaksanakan puasa dengan lancar di Jepang.
Alumnus yang terakhir berada di Paris. Ramadan di Perancis kali ini jatuh pada musim semi jadi waktu martaharinya lebih panjang. Zidan harus berpuasa dari subuh jam 6 pagi sampai dengan magrib di jam 9 malam. Penduduk muslim di Perancis cukup banyak, sudah sekitar 7 juta penduduk yang beragama Islam, sehingga banyak di sudut-sudut kota yang menyediakan hidangan berbuka puasa. Ramadan di Perancis tentu berbeda dengan di Indonesia karena Zidan berada jauh dari orangtua, keluarga, bahkan teman-teman lamanya. Mayoritas penduduk Perancis beragama Katholik, maka Zidan harus melaksanakan puasa sendiri, buka dan sahur sendiri, sehingga tidak jarang Zidan merindukan suasana Indonesia di mana ia bisa ngabuburit dan berburu takjil untuk berbuka bersama teman-teman dan sahur bersama keluarganya. Namun begitu, tentu ada hal positif yang bisa Zidan ambil yakni dengan menuntut Ilmu di negeri orang, ia dapat hidup lebih mandiri dan ditantang untuk bisa melaksanakan ibadah dengan giat di bulan Ramadan ini.